Sabtu, 24 November 2012

Wajah Pendidikan di Indonesia


Pengaruh politik dalam dunia pendidikan sangat menonjol, khususnya yang terjadi di kampus sastra Universitas Jember. Hal ini didapat setelah adanya pengakuan dari salah seorang mahasiswi. Sebut saja namanya Erna, mahasiswi dari jurusan sastra Indonesia. Menurutnya fakutas sastra  sudah di intervensi oleh kelompok atau golongan dari organisasi luar kampus sendiri. Hamper semua jurusan sudah dikuasai golongan-golongan yang sebenarnya tidak berkepentingan di dunia pendidikan sendiri. Lebih buruknya lagi, antara golongan satu dengan golongan lainnya saling berebut pengaruh. Sehingga berdampak bagi mereka yang tidak ikut dalam organisasi tersebut.
Dampak yang paling  kelihatan ialah tentang masalah nilai. Menurut erna lagi, bagi mereka yang masuk dalam organisasi tersebut mendapat kemudahan dalam memperoleh nilai B bahkan nilai A. Padahal menurut Erna kepandaian mereka bisa dikatakan standart. Terbukti dari presentasi dalam satu mata kuliah mereka kelabakan jika ada yang bertanya.
Menurutnya pendidikan seharusnya tiddak di masuki oleh hal-hal seperti ini. “boleh-boleh saja asal mereka bisa professional dalam pekerjaannya, tidak mencampur adukkan mana urusan organisasi dan mana urusan pelajaran”, tutur Erna.
Dalam hal ini, Erna memilih untuk tetap tidak masuk dalam organisasi mereka. Dia memilih untuk mengikuti hati nuraninya saja. “buat apa mas ikut organisasi itu jika hanya untuk mendapatkan nilai, mending jadi diri sendiri daripada jadi pecundang”, ungkap Erna dengan nada tinggi menunjukkan emosinya.
Sudah banyak korban dengan masuknya pengaruh organisai luar ini. Para mahasiswa sudah terbagi dengan kubu-kubu yang ikut dan masuk dalam organisasi ini. Yang lebih membuat Erna tidak menyukai dengan adanya hal ini, ialah para mahasiswa yang masuk dalam organisasi tersebut seperti membuat jarak dengan lainnya. Mereka menganggap bahwa mereka lebih punya hak untuk berbuat semau mereka. Hal ini wajar saja terjadi, mengingat para petinggi jurusan sudah dikuasai oleh organisasi luar tersebut. Tapi yang sangat disayangkan kenapa mereka tidak bisa bersikap professional. Kenapa mereka harus membeda-bedakan anatara yang ikut dengan yang tidak.
Ha ini menyababkan kesewenang-wenangan bagi mereka yang ikut dalam organisasi tersebut. Bagaimana tidak, mereka bisa tidak mengikuti pelajaran tanpa takut absen mereka akan kosong. Juga mereka tidak takut nilai mereka akan turun karena sudah ada yang menjamin nilai mereka.
Kadang banyak pertanyaan tentang perihal ini. Dimana sebenarnya wajah pendidikan Indonesia, jika semua tidak di tentukan oleh prestasi namun lebih melihat dari hubungan emosional. Terlebih lagi merebaknya isu dimana anggaran untuk pendidikan di korupsi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Jika ini tetap belangsung, bukan tidak mungkin bangsa ini akan mengalami kehancuran. Amanat UUD 1945 dan pancasila sudah tidak dijalankan. Cita-cita bangsa untuk pendidikan yang merata dan berlaku untuk segenap masyarakat sulit terwujudkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar